Pemberdayaan Masyarakat
Dalam kamus bahasa inggris, pemberdayaan diambil dari kata empowerment yang berarti power dalam artian kuasa. Maka empowerment merupakan arti kata pemberian kuasa. Beda dengan istilah pemberdayaan dalam bahasa kita, pemberdayaan diambil dari kata daya yang mempunyai arti mampu. Namun dalam kontek ini, pemberdayaan lebih berarti mempunyai kuasa terhadap suatu hal. Pemberdayaan dalam kaitannya dengan kekuasaan bisa kita artikan menjadi tiga pandangan
Kadang kita terlalu naif kalau berbicara tentang pemberdayaan yang mengatakan kalau kita sudah melakukan pemberdayaan. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat yang masih enggan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa.
Pemberdayaan dalam kaitannya dengan kekuasaan bisa kita artikan menjadi tiga pandangan
Pandangan pertama
Pemberdayaan merupakan pergerakan penghancur kekuasaan yang banyak dikenal sebagai power no body. Pandangan ini beralasan pada sifat kekuasaan yang telah mengaliensi manusia dan telah menghilangkan eksistensi manusia seutuhnya.
Pandangan kedua
Kekuasaan yang didistribusikan kepada semua orang (power to every body). Pandangan pemberdayaan ini biasanya muncul ketika kekuasaan dimiliki oleh sala satu orang atu segelintir kelompok yang cenderung disalahgunakan.
Pandangan ketiga
Pandangan pemberdayaan yang ketiga ini sangatlah beda dengan pandangan-pandangan lainnya bahkan bisa dibilang pandangan palin moderat dari pandangan sebelumnya. Sebab pandangan ini merupakan penguatan terhadap golongan-golongan yang lemah tanpa menghancurkan yang kuat.
Pandangan ini merupakan pemberdayaan yang paling realistis banyak menyebut dengan power to powerless.Konsep pemberdayaan masyarakat seringkali dikaitkan dengan kegagalan pembangunan pada umumnya, baik pembangunan manusia ataupun lainnya. Seperti halnya maraknya pendirian berbagai lembaga-lembaga sosial, LSM ataupun lembanga non pemerintah (NGO). Kalupun kitta lihat sejarah, lembaga-lembaga non pemerinta sudah berdiri pada era tahun 80-an.
Mardi Karya misalnya, organisasi yang dibentuk pada era tersebut untuk upaya-upaya pemberdayaan masyarkat diberbagai sektor, ekonomi, sosial dan politik. Organisasi non pemerintah ini tiada maksud dan tujuan selain pemberdayaan masyarakat seutuhnya.
Saat ini, banyak kalangan mendirikan lembaga-lembaga yang hanya berorientasi pada keuntungan. Seperti halnya di Situbondo ini misalnya. Hampir puluhan lembaga-lembaga yang berkoar-koar untuk pemberdayaan masyarakat dan kepentingan semua. Kan tetapi fakta dan realita yang terkandung merupakan penjabaran dari oriented profit alias mengedapankan keuntungan yang berkedok pemberdayaan.Akan tetapi, kita tidak bisa memandang semua lembaga sama.
Tidak menutup kemungkinan dari segelintir kelompok yang tidak pernah ber’oriented profit’ dalam mendirikan lembaga non pemerintah. Seperti yang kita ketahuai, di Situbondo dana Komunitas yang mengatas namakan KARak’S (Komunitas Aspirasi Masyarakat Situbondo) yang didirikan pada 14 Maret 2010 lalu mempunyai tujuan untuk pemberdayaan yang berfokus pasa sosial kemasyarakatan.
Contoh Lembaga Keuangan mikro (LKM) yang di dirikan oleh KARak’S tanpa sepeserpun minta dan mengemis kepada pihak lain untuk urusan petrmodalan.
Dari iuran dari semua anggota yang diterapkan dalam bentuuk saham dikelola dalam pengguliran ekonomi masyarakat tanpa mengedapankan keuantungan yang diperoleh. Dua contoh lembaga pada era tempo dulu dan sekarang ini berorientasi pada keuntungan, namun kerja-kerja yang dilakukan semata-mata untuk kesejahteraan masyarkat. Harus diakui memang, karakter organisasi yang lahir pada masa kolonialisme dengan masa kemerdekaan memang berbeda, namun kesamaannya adalah spirit bekerja untuk masyarakat tetap ada.Penerapan pemberdayaan masyarakat paling banyak digunakan dari sektor ekonomi, terlebih untuk pengetasan kemiskinan.
Ini telah dibuktikan pada Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd) Coba kita amati secara seksama, bagi desa yang mengusulkan pembangunan infrastruktur harus melakukan perankingan (beradu argumen) untuk mendapatkan jatah program melalui Musyawarah Antar Desa (MAD) perankingan. Beda dengan pengajuan kelompok Simpan Pinjam Khusus Perempuan (SPP), tanpa harus melakukan tahapan-tahapan yang alot, kelompok pengusul akan secara otomatis mendapatkan jatah dari dana dari PNPM.
Ini merupakan wujud pemberdayaan masyarakat dibidang pengentasan kemiskinan. Bagaimana masyarakat berdaya untuk berusaha dengan diberi bantuan modal melalui PNPM. Dalam kontek SPP sangatlah jelas, pemberdayaan dari sisi pembangunan manusia dan dari sisi pembangunan ekonomi. Akan tetapi, banyak kalangan yang memainkan peran dalam pemberdayaan ini. Tidak sedikit kegagalan pemberdayaan ini, mungkin karena tidak tepatnya pemberian permodalan kepada kelompok, tidak diterapkannya pemberdayaan kepada kelompok, atau yang lainnya.
Sehingga kesuksesan yang diharapkan oleh PNPM hanya sebagai isapan jempol semata.
Bisa kita simpulkan
pemberdayaan masyarakat memiliki tiga sisi yaitu penyadaran, pembangunan kapasitas, dan pendayaan. Pada sisi pertama, penyadaran, target masyarakat diberikan pemahaman-pemahan tentang hak-hak yang seharusya dimiliki. Kegiatan yang dapat dilakukan pada tahapan ini adalah memberikan pengetahuan yang bersifat kognisi, kepercayaan, dan penyembuhan. Sisi kedua adalah peningkatan kapasitas atau memberikan kemampuan. Peningkatan kapasitas terdiri dari tiga jenis yaitu manusia, organisasi, dan sistem nilai. Sisi terakhir adalah pendayaan. Memberikan daya, kekuasaan, otoritas, atau peluang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar